Rabu, 24 Januari 2018

MAKAM SYEIKH QUROTUL 'AIN

"NYARKUB"

EDISI LANJUTAN " SOWAN TABARUKAN" DAN NAPAK TILAS MENELUSURI JEJAK PARA AULIYA'

(1). MAKAM WALIYYULLAH SYEIKH MURSYAHADITILLAH / SYEIKH QUROTUL' AIN

LOKASI DI PULAU BATA KARAWANG JAWA BARAT...

Syekh Mursyadatillah Atau juga di sebut Syeikh Hasanuddin atau Syeikh Qurotul 'ain.  Adalah seorang ulama Agung putra dari ulama besar Perguruan Islam negeri Campa yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan Syekh Jalaluddin ulama besar Mekah. Jika di tarik dan di lihat dari silsilah keturunan, Syeikh Mursyadatillah masih ada garis keturunan dari Sayyidina Husein Bin Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah . menantu dari Kanjeng Nabi Muhammad Shollallohu'Alaihi wa Sallam..

Sebelum berlabuh di Pelabuhan Karawang, Syekh Mursyadatillah datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon pada tahun 1338 Saka atau tahun 1416 Masehi.

Syech Nurjati mendarat di Cirebon pada tahun 1342 Saka atau tahun 1420 Masehi atau 4 tahun setelah pendaratan Syeikh Mursyadatillah di Cirebon. Kedatangan Syeikh Mursyahadatillah atau Syeikh Quro di Cirebon, disambut baik oleh Syahbandar atau penguasa Pelabuhan Muara Jati Cirebon yang bernama Ki Gedeng Tapa.

Maksud dan tujuan kedatangan Syeikh Mursyadatillah ke Cirebon adalah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam kepada Rakyat Cirebon.

Setelah sekian lama di Cirebon, akhirnya misi Syeikh Mursyadatillah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam di Pelabuhan Cirebon rupanya diketahui oleh Raja Pajajaran yang bernama Prabu Angga Larang.
Namun disayangkan misi Syeikh Mursyadatillah ini oleh Prabu Angga Larang di tentang dan dilarang, dan kemudian Prabu Angga Larang mengutus utusannya untuk menghentikan misi penyebaran Agama Islam yang dibawakan oleh Syech Mursyadatillah dan mengusir Syeikh Mursyahadatillah dari Tanah Cirebon.

Ketika utusan Prabu Angga Larang sampai di Pelabuhan Cirebon, maka utusan itu langsung memerintahkan kepada Syeikh Mursyahadatillah untuk segera menghentikan dakwah dan penyebaran Agama Islam di Pelabuhan Cirebon. Agar tidak terjadi pertumpahan darah, maka Syeikh Mursyahadatillah atau Syekh Quro perintah yang dibawakan oleh utusan dari Raja Pajajaran Prabu Angga Larang itu disetujuinya, Syeikh Mursyahadatillah seraya berkata kepada utusan Raja Pajajaran Prabu Angga Larang :

“ Meskipun dakwah dan penyebaran ajaran Agama Islam ini dilarang, kelak dari keturunan raja Pajajaran akan ada yang menjadi Waliyullah meneruskan perjuangan penyebaran ajaran Agama Islam ”.

Peristiwa tersebuti sontak sangat disayangkan oleh Ki Gedeng Tapa dan para santri atau rakyat Cirebon, karena Ki Gedeng Tapa sangat ingin berguru kepada Syeikh Mursyahadatillah atau Syekh Quro untuk memperdalam ajaran Agama Islam.

Ketika itu juga  Syeikh Mursyahadatillah pamit kepada Ki Gedeng Tapa Muara Jati Cirebon untuk pergi ke Malaka, maka Ki Gedeng Tapa Muara Jati Cirebon menitipkan anak kandung Putri kesayangannya yang bernama Nyi Subang Larang, untuk ikut berlayar bersama Syeikh Mursyahadatillah ke Malaka.

Syekh Mursyahadatillah berada di Pelabuhan Bunut Kertayasa ( Kampung Bunut Kelurahan Karawang Kulon Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang sekarang ini ).
Di Karawang dikenal sebagai Syekh Quro karena dia adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syekh Quro datang di Jawa tepatnya di Karawang pada 1418 Masehi dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus Kaisar Tiongkok Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming). Tujuan utama perjalanan Cheng Ho ke Jawa dalam rangka menjalin persahabatan dengan raja-raja tetangga Tiongkok di seberang lautan. Armada tersebut membawa rombongan prajurit 27.800 orang yang salah satunya terdapat seorang ulama yang hendak menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mengingat Cheng Ho seorang muslim, permintaan Syekh Quro beserta pengiringnya menumpang kapalnya dikabulkan. Syekh Quro beserta pengiringnya turun di pelabuhan Pura Dalem Karawang, sedangkan armada Tiongkok melanjutkan perjalanan dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati Cirebon.

Di Kabupaten Karawang pada tahun 1340 Saka (1418 M) mendirikan pesantren dan sekaligus masjid di Pelabuhan Bunut Kertayasa, Karawang Kulon Karawang Barat sekarang, diberi nama Pondok Quro yang artinya tempat untuk belajar Al Quran. Syekh Quro datang bersama para santrinya antara lain : Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur, dan Nyai Subang Larang.

Syekh Quro kemudian menikah dengan Ratna Sondari putrinya dari Ki Gedeng Karawang dan lahir seorang putra yang bernama Syekh Akhmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Syekh Quro juga memiliki salah satu santri yang sangat berjasa dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di Karawang yaitu bernama Syeikh Abdiulah Dargom alias Syeikh Darugem bin Jabir Modafah  keturunan dari Sayyidina Usman bin Affan r. a. Yang kelak disebut dengan nama Syekh Bentong alias Tan Go. Syekh Bentong memiliki seorang istri yang bernama Siu Te Yo dan dia mempunyai seorang putri yang diberi nama Siu Ban Ci.

Ketika usia anak Syech Quro dan Ratna Sondari sudah beranjak dewasa, akhirnya Syech Quro berwasiat kepada santri – santri yang sudah cukup ilmu pengetahuan tentang ajaran Agama Islam seperti : Syekh Abdul Rohman dan Syekh Maulana Madzkur di tugaskan untuk menyebarkan ajaran Agama Islam ke bagian selatan Karawang, tepatnya ke Kecamatan Telukjambe, Ciampel, Pangkalan, dan Tegalwaru sekarang.
Sedangkan anaknya Syeikh Quro dengan Ratna Sondari yang bernama Syeikh Ahmad, ditugaskan oleh sang ayah meneruskan perjuangan menyebarkan ajaran Agama Islam di Pesantren Quro Karawang atau Masjid Agung Karawang sekarang.

Sedangkan sisa santrinya yang lain yakni Syeikh Bentong ikut bersama Syeikh Quro dan Ratna Sondari istrinya pergi ke bagian Utara Karawang tepatnya ke Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang sekarang untuk menyebarkan ajaran Agama Islam dan bermunajat kepada Allah . Di Pulo Bata tersebut Syeikh Quro dan Syeikh Bentong membuat sumur yang bernama sumur Awisan, kini sumur tersebut masih dipergunakan sampai sekarang.

Hingga Akhir hayatnya Kemudian Syeikh Quro atau Syeikh Mursyadatillah di semayamkan di kampung pulobata tersebut

Maka penerus perjuangan penyebaran ajaran Agama Islam di Pulo Bata, diteruskan oleh Syeikh Bentong  atau Syeikh Abdullah Dargom sampai akhir hayatnya ...

WALLAHUA'LAM...

Al faqir Elmardanuzie

(2). MAQAM WALIYULLAH SYEIKH MAGELUNG SAKTI..

Lokasi Makam Syeikh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias Pangeran Soka Berada Di Desa Karangkendal Kec Kapetakan Kab Cirebon Jawa barat..
Menurut Cerita Konon Beliau Syeikh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian beliau juga dikenal dengan sebutan Syarif Syam. ..
Beliau putra dari Sayyid Abdurrahman Ar rumi bin Sayyid Ahmad bin Sayyid Barakat zainul Alam

Semasa hidupnya Konon Syarif Syam dikenal sebagai seorang Tokoh yang sakti mandraguna Beliau juga memiliki rambut yang sangat panjang, hingga menyentuh tanah, oleh karenanya Beliau lebih sering mengikat rambutnya (di gelung/ bhs jawa ) Sehingga kemudian beliau lebih dikenal dengan sebutan Syekh Magelung (Syeikh dengan rambut yang tergelung).

Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang dan rambutnya Tersebut konon tidak mampu dipotong dengan apapun dan oleh siapapun. Karenanya itu kemudian Beliau berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari seseorang siapa yang sekiranya sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu.
Jika ia berhasil menemukannya dan mampu utk memotong rambutnya ,
orang tersebut akan diangkat sebagai gurunya. Hingga akhirnya beliau kemudian tiba di Tanah Jawa, tepatnya di Wilayah Cirebon.

Konon, Syarif Syam datang di pantai utara Cirebon mencari seorang guru ,
Yang sesuai dengan petunjuk/Isyarah yg Beliau dapat
yaitu salah satu seorang waliyullah di daerah Cirebon. Dan di sinilah beliau bertemu dengan seorang tua yang sanggup dengan mudahnya memotong rambut panjangnya itu.
Orang itu tak lain adalah KANJENG SUNAN GUNUNG JATI.
Syarif Syam pun dengan Sangat bergembira yg  kemudian beliau menjadi murid dari SUNAN GUNUNG JATI, dan namanya pun berubah menjadi Pangeran Soka (konon asal dari kata suka). Tempat dimana rambut Syarif Syam berhasil dipotong tersebut kemudian diberinama Karanggetas.

Setelah berguru kepada Kanjeng Sunan Gunung Jati di Cirebon, Syarif Syam alias Syekh Magelung Sakti diberi tugas untuk Menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam di wilayah utara. Beliupun kemudian tinggal di Karangkendal, Kapetakan, sekitar 19 km sebelah utara Cirebon, hingga akhir hayatnya dan disemayamkan di wilayah tersebut hingga kemudian beliau juga lebih dikenal dengan sebutan PANGERAN KARANGKENDAL.

WallahuA'lam...

Lahul Fatihah..

#SalamRahayu...

Al faqir Elmardanuzie

JEJAK PARA AULIYA'

NAPAK TILAS..

(1)MAKAM SYEIKH KYAI AGENG MUHAMMAD BIN UMAR

Lokasi Makam Mbah Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar berada Di Sisi Barat Masjid Kuno Banjar Sari  ,Desa Banjarsari Kulon Kecamatan Dagangan Kabupatèn Madiun Jawa Timur

Diceritakan Bahwa Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar Adalah Salah Satu Tokoh Ulama Agung Penyebar Agama Islam Di Wilayah Madiun yang hidup Sekitar Tahun 1755 M ,Di Zaman Pemerintahan​ Mataram Islam Kanjeng Sinuwun Sri Sultan Hamengkubuwana I Ngayogyakarta Hadiningrat.
Keberadaan Masjid Kuno Banjarsari sendiri tak lepas dari peran Kyai Agêng Muhammad Bin Umar sebagai Pendiri dan Pelopor Pembangunan Masjid ,Konon Diceritakan Bahwa Kanjeng Sinuwun Sultan Hamengkubuwana I memberikan Hadiah Ganjaran Berupa Tanah Perdikan Kepada Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar ,Karena Jasa Beliau Pada Sinuwun Sultan yang Telah Berhasil Membawa Sowan Rayi Dalem Sultan , Yaitu Pangeran Singosari dalam Keadaan Selamat Tanpa ada Peperangan dan Permusuhan

Dari Pemberian Tanah Perdikan Itulah Kemudian Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar mendirikan Masjid dan Pondok Pesantren sebagai salah satu sarana média dakwah dan utk Mengembangkan dan mengajarkan Agama Islam Di Wilayah Madiun
Tercatat dalam sejarah Ribuan santri yang datang dari berbagai Pelosok penjuru daerah di Pulau Jawa ini dan sekitarnya yang mondok dan mengaji Kepada Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar

Kepemimpinan Masjid dan Pondok Pesantren
Di awali Sendiri Oleh Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar Sekitar Tahun 1755 sampai dengan tahun 1807 M , Kemudian setelah Beliau Wafat diteruskan Oleh Generasi Berikutnya yaitu
Kyai Ali Imron thn 1807 -1809 M Dilanjutkan Oleh
Kanjeng Kyai Maulani Tahun 1809 -1837 M
Ketika Terjadinya Perang Suci Jawa / Perang Pangeran Diponegoro tahun 1825 -1830 M
Kyai Maulani berjasa terhadap Negara Sehingga Beliau Dianugerahi Gelar Kanjeng ,Sebutan Untuk Jabatan setingkat Bupati,
Kemudian setelah Beliau Wafat Dilanjutkan Oleh kyai Murtholo dilanjutkan lagi oleh Kyai Muhammad Jayadi I dilanjutkan Kyai Muhammad Jayadi II Dilanjutkan Kyai Raden Mas Tafsir Anom ke 1 Dilanjutkan Kyai Raden Mas Tafsir Anom ke 2 (wft thn 1895 M) Dilanjutkan Kyai Raden Mas Sosro Ulomo (wf thn 1923 M ) dan seterusnya...

Menurut sejarah silsilah Beliau sendiri adalah masih Keturunan Sunan Giri.. Yaitu ;
Syekh Kyai Agêng Muhammad Bin Umar Bin Kyai Agêng Pugeru Ponorogo atau Kyai Agêng Mirah V Bin Kyai Agêng Imam Musakaf / Kyai Agêng Mirah IV Bin Kyai Agêng Mirah III Gunung Larangan Bin Kyai Agêng Mirah II Bin Kyai Agêng Mirah I ( Setono Ponorogo , Komplek Makam Batara Katong ) Bin Nyai Ageng Gribig Bin Kanjeng Sunan Giri ...

Dan Istri Beliau adalah Anak Perempuan dari Syeikh Kyai Agêng Muhammad Besari Tegal sari Ponorogo Bin Kyai Agêng Anom Besari Kuncen Caruban Madiun Bin Syeikh Abdul Mursyad Tukum Kediri Bin Pangeran Demang II Bin Pangeran Demang I Bin Panembahan Wirasmoro Bin Kanjeng Sunan Prawoto Bin Kanjeng Sultan Trenggana Bin Raden Patah /Kanjeng Sultan Bintara Demak

Jadi terhitung Beliau Adalah Putra Menantu Dari Syeikh Kyai Agêng Muhammad Besari
Hasil Perkawinan Kyai Agêng Muhammad Bin Umar dengan Putri Syeikh Kyai Agêng Muhammad Bêsari Tegal Sari Ponorogo Berputra ;
1. Mbah Kyai Ali Imron
2. Mbah Nyai Ahmad
3. Mbah Kyai Baidhowi
4. Mbah Kanjeng Kyai Maulani
5. Mbah Kyai Muhammad Faqieh
6. Mbah Nyai Nawawi
7. Mbah Moenyi dan
8. Mbah Nyai Ngaisyah

WallahuA'lam...

Semoga bermanfaat...

Salam Rahayu...

Al faqir Elmardanuzie

JEJAK WALI...

(2).MAKAM WALIYULLAH SYEIKH MALIKI ALIAS SUNAN ATAS ANGIN ALIAS KYAI AGENG CEK CEK MOLEK

Makam Syeikh Maliki Alias Sunan Atas Angin berada di desa Ngetos Kec Ngetos Kab Nganjuk Jawa Timur

Tentang Sejarah Beliau tak banyak yang bisa di Ungkap, Hanya Saja Menurut Cerita Tutur dan catatan Kuno yg  Dimiliki oleh Pengurus Makam
Menceritakan Bahwa Syeikh Maliki atau juga disebut Sunan Atas Angin Atau Kyai Ageng Cek Cek Molek adalah salah satu Tokoh Wali Sepuh atau Wali Generasi awal yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa
Khususnya Di daerah Ngetos Nganjuk Jawa timur

Didalam catatan tersebut Disebutkan Bahwa Syeikh Maliki adalah masih saudara dengan Syeikh Maulana Jumadil Kubro
Beliau Menyebarkan dan mengembangkan Agama Islam di Wilayah Tersebut karena masyarakatnya pada waktu itu memang masih menganut Keyakinan lama
Dengan penyembahan terhadap berhala berhala..

Setelah beliau wafat kemudian disemayamkan di sebuah tempat yg sekarang dinamakan  Ngetos,  persis di Sisi barat Dari Candi Ngetos yg berjarak hanya beberapa meter saja.
.
Candi Ngetos itu sendiri menurut sejarah Dibangun dan didirikan atas Perintah Prabu Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit yang konon deperuntukan sebagai Penyimpanan​ Abu Jasad dari Prabu Hayam Wuruk..

WallahuA'lam...

#Salam..

Al faqir Elmardanuzie

Jumat, 19 Januari 2018

MAKAM PANEMBAHAN BODHO

JEJAK WALI

(1). MAKAM WALIYYULLAH SYEIKH PANEMBAHAN BODHO

Pesarean Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho dumunung wonten ing Dusun Pijenan Wijirejo Pandak Bantul Yogyakarta...

Kacarios Kanjeng Panembahan Bodho menika kagungan Asmo asli Raden Trenggono.
Miturut silsilah sejarah ,Raden Trenggono taksih trah darah Prabu Browijoyo Pamungkas kalebet buyut saking Raden Aryo Damar ingkang Jumeneng Adipati Palembang putro Prabu Browijoyo V, injih Ratu Majapahit.

Raden Aryo Damar utawi Adipati Palembang, kaparingan putro kalih cacahipun.
Kekalihipun kakung, mijil saking garwo ingkang asesilih Dorowati Murdaningsih ingkang ugi kasebat Puteri Doro Pethak.
Wondene Putro kekalih kolo wau pun paringi asmo Raden Khasan soho Raden Kusen.
Raden Kasan meniko ingkang samangke kawentar minongko Raden patah , sultan wonten Demak Bintara, lan sak meniko sumare wonten ing Demak.
Wondene Raden Khusen jumeneng minongko Adipati Terung kaping I
Ingkang ugi kasebat Adipati Pecat tondo utawi Adipati Terung

Lengseripun Adipati Terung I, kagantos Adipati Terung kaping II, ingkang saklajengipun peputro Raden Trenggono, injih ingkang kasebat Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho.

Ing naliko taksih mudho, Raden Trenggono, dados nem-neman ingkan bagus, gagah pidekso.
Wonten satunggaling dinten Raden Trenggono tindak-tindak nitih kudo. Wonten saktengahing margi pinanggih kaliyan pawongan sepuh. Pawongan sepuh kolowau ngendiko sajak nyemoni :  ” Menowo Gagah yo Gagah, Ganteng yo Ganteng, Cahyaning murub Abang, Ananging Amung koyok​ Kembang Worawari "

Pangandikan kolo wau Amengku teges; Bagus, ngganteng ,gagah perwiraning diri, tanpo guno menawi mboten kaginakaaken berjuang kagem sesami soho kangge bongso lan negari. Bebasan kadyo kembang worawari, ingkang resep, endah lan asri, ananging tanpo nyebar gondo wangi.

Midanget pangandikan kolowau, Raden Trenggono duko yayah sinipi. Piyambakipun rumaos dipun ino soho dipun remeh aken.
Raden Trenggono mlajar ngluru pawongan sepuh kolo wau. Ananging dasar pawongan ingkang sekti mondroguno, Sakedheping Netra Bablass tanpo tilas, ilang sak naliko.
Kadadosan meniko andadosaken Raden Trenggono mboten jenjem penggalihipun, sawetawis mawas diri, metani sedoyo tindak lampahipun. Pasemonan pawongan sepuh kolowau hanamung sak klimah ananging rumaos tumunjem wonten saklebeting ati,

Ing saklajengipun Raden trenggono Tindak ngupadi pawongan sepuh kolo wau, kanthi niat badhe anggegulang ngelmi.

Pungkasanipun Raden Trenggono saged pinanggih wonten saklebeting wono. Atur sembah sungkem soho niat nggegulang ilmi kakaturaken.
Kanyatan pawongan sepuh kolo wau mboten sanes Injih  KANJENG SUNAN KALIJAGA utawi SUNAN QODLI

Raden Trenggono gadah niat badhe ndarmo betek aken jiwo rogo soho kepinteranuipun dateng sesami. Angawiti gegayuhan meniko, piyambak ipun dados santri lan ngabdi dumateng SYEIKH KI AGENG GRIBIG ing Jatinom Klaten.

Keranten lantipipun, Raden Trenggono Enggal saged buntas sakehing ngelmi agami. Ing pungkasanipun, malah kapundhut putro mantu SYEIKH KI AGENG GRIBIG, kapikantuk aken aken kaliyan putrinipun ingkang asesilih Putri Kedupayung.
Saking garwo meniko mijil putro kalih inggih Raden Cokrowesi Kaliyan Raden Surosekti.

Perjuangannipun Raden Trenggono ing babagan siar agami Islam, kanyatan pikantuk panyengkuyung saking poro kawulo. Kabukten soyo dangu soyo kathah santrinipun, saenggo saget ambabar papan-papan pangibadahan.

Kados bopo gurunipun, injih poro wali,
Raden Trenggono nindak aken syiar agami mboten nate cengkah kaliyan tradisi budoyo jawi ingkan tansah dipun pepetri. Malah tradisi ingkang sampun lumampah kadodasken sarono kangge siar agami.

Kathah papan-papan pangibadahan ingkang saget kababar,
Kadosto, wonten ing Sedondong Nanggulan kulon Progo.
Ugi wonten Kauman Wiijirejo, ingkang arupi masjid, ingkang sakmeniko pun paringi asmo Masjid Peninggalan Kanjeng Panembahan Bodho ”Masjid Sabiilurrosyaad kauman”

Masjid Syabilurrosyaad Kauman, mapan wonten Dusun Kauman kalurahan Wijirejo , watawis 1,5 km saking papan meniko. Ngantos wekdal meniko tansah kauri-uri deening poro jamaah. Sinaoso sampun pundandosi serambinipun, ananging taksih kathah peninggalan ingkang taksih asli, umpaminipun, bangunan induk masjid, mustoko, sumur, watu gilang lan sanes-sanesipun.

Raden Trenggono dados ulama, injih pendekaring siar Agami Islam wonten ing kukuban Kauman Pijenan kirang langkung 20 tahun.
Ing Naliko semanten wonten utusan saking ingkang Romo, injih Adipati Terung II. Keng Romo ngersak aken Raden Trenggono enggal kondur.
Ingkang sak mangke kasuwun nggantos kelenggahan Adipati. Ananging Raden Trenggono mboten saget minangkani dawuhipun ingkang Romo.

Piyambak ipun sampun rumaos mantep lan tentrem ayem dados ulama lenggah wonten kukuban Kauman Pijienan. Sanes drajat, pangkat semat ingkang pun udi, ananging hanamung katentreman ati. Anengenaken kebetahaning sesami soho nilraken kabetahan diri pribadi.

Amargi mboten kerso mukti nglenggahi Adipati meniko kolo wau, lajeng pun kathah tiyang amastani Bodho utawi Ki Bodho.

Wonten riwayat sanes nyebataken,
Ing naliko semanten, wonten kabar menawi tanah jawi badhe kedatengan mengsah saking monco negari, injih bongso Portugis.
Raden Trenggono sak konco samekto perang ngadepi mengsah. Kanthi mbangun pos penjagaan wonten kukuban Pantai selatan.
Swanten jlegar-jlegur ingkang pun wastani suwanten meriem, kanyatan anamung swanten ombak laut pantai selatan. Nyumerepi kadadosan kolowau KANJENG SUNAN KALIJAGA, mastani Raden Trenggono taksih Bodho utawi lajeng kasebat Kyai Bodho.

Pangandikan sanes, ngriwayataken Raden Trenggono minongka pawongan ingkang gadah kapribaden lembah manah, andhap asor.
Tebih saking gumedhe , kumalungkung, riyak utawi sombong.
Sinaoso sejatosipun piyambak ipun lantip, saget inga samudayanipun, krono andap asoripun nampi sesebutan Kanjeng Panembahan Bodho.

Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho utawi Raden Trenggono sedo wonten ing tahun 1600 Masehi. Kasarek aken wonten papan meniko injih Pasarean Makam Sewu Wijirejo Pandak Bantul Yogyakarta

Mboten dangu Sak sampunipun sedanipun Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho, Garwo ingkang kaping kalih, ingkang asmo Nyai Brintik , Putra putrinipun Raden Santri saking Gunung Pring Muntilan sedo

Kacarios Sedoyo Putra Putranipun Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho Saking Garwa Kekalih Menika Anurunakên Gangsal

1.PANEMBAHAN COKROWESI
2.PANEMBAHAN SUROSEKTI
3.KYAI AGENG NURUDIN CONDRO KUSUMA
4.KYAI AGENG GADING CONDRO KUSUMA LAN
5. NYAI AGÊNG RAGIL KUNING

Ngantos dumugi wekdal sakmeniko, Pasarean Makam Sewu ugi Kathah ingkang Sami Ziarah Ngalab Barokah utawi Tawasulan, Langkung langkung wonten ing saben-saben malem jumat kliwon utawi malem seloso kliwon.

Pesarean Makam Sewu menika saklintunipun Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho ugi Kathah Makam2 Para Ulama Misuwur Lan Para Priyagung ingkang tasih mapan setunggal lokasi Kados
SYEIKH BUKHORI
SYEIKH KYAI SECODEWO
SYEIKH KYAI THOHIR
KANJENG KYAI TUMENGGUNG JOYO MARTO SURO lak sakpiturutipun...

Mekaten sekedhik riwayat Panjenenganipun Waliyyullah Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho Makam Sewu
Kirang Langkungipun nyuwun agunging pangapunten

WallahuA'lam bishowwab...

Salam Rahayu....

Al faqier el mardanuzie

(2). MAKAM MBAH NYAI AGENG BRINTIK

Makam Mbah Nyai Ageng Brintik terletak di Dusun Karang, Kalurahan Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY. Letak makam Mbah Nyai Ageng Brintik ini tepatnya berada di sisi barat Pasar Pijenan pada jarak sekitar 1,5 kilometer

Makam Mbah Nyai Ageng Brintik berada di sisi utara dari kompleks makam Dusun Karang. Makam ini telah dilengkapi cungkup.

Cungkup makam Mbah Nyai Brintik juga dilengkapi dengan teras. Di teras ini diletakkan beberapa nisan Para sesepuh dusun setempat. Sementara di sisi nisan dari Mbah Nyai Ageng Brintik juga terdapat nisan lain yakni nisan makam  Kyai Joko Lelono.

Pada bagian tengah agak ke selatan dari kompleks makam di Dusun Karang ini juga terdapat nisan lain, yakni nisan dari putra Mbah Nyai Agêng Brintik, yakni nisan dari Kyai Ageng Nurudin Condrokusumo dan Istrinya ,Nisan keduanya diletakkan dalam sebuah cungkup dengan dinding terbuka. Artinya, nisan tersebut hanya diberi atap yang terbuat dari seng

Mbah Nyai Ageng Brintik merupakan istri dari Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho atau sering dikenal juga dengan nama Raden Trenggono Cucu dari Raden Khusein atau Adipati Pecat Tondho /Adipati Terung I bin Raden Arya Damar /Adipati Palembang bin Prabu Brawijaya Pamungkas

Sumber setempat menyebutkan bahwa Mbah Nyai Brintik adalah salah satu putri dari Sunan Kalijaga. Namun versi lain menyatakan bahwa Nyai Brintik adalah putra dari Pangeran Singasari atau Kyai Raden Santri Gunung Pring Magelang Versi yang lain lagi menyatakan bahwa Nyai Agêng Brintik adalah salah satu Santri dari Sunan Kalijaga.

Mbah Nyai Brintik dulunya tinggal di Dusun Kauman bersama suaminya yang bernama Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho. Dusun Kauman ini terletak di timur Dusun Karang. Disebutkan bahwa Mbah Nyai Brintik ini pernah membuat bedug yang kemudian digunakan di sebuah masjid peninggalan SUNAN KALIJAGA di Kalibawang, Kulon Progo yang terkenal dengan nama Masjid Kedondong. Cara membawa bedug tersebut menurut cerita tutur setempat dilakukan dengan cara digendong oleh Mbah Nyai Brintik. Dari Cerita tutur menyebutkan bahwa Mbah Nyai Brintik selain  memiliki ilmu kanuragan dan kesaktian berlebih , Beliau juga seorang yg hafal Qur'an

Ketika meninggal Mbah Nyai Brintik hendak dimakamkan di Makam Sewu di Pijenan. Rencananya akan dimakamkan di sisi makam suaminya, Kanjeng Syeikh Panembahan Bodho. Akan tetapi ketika rombongan pembawa jenazah akan menyeberang Sungai Bedog sungai tersebut sedang banjir besar. Sungai Bedog ini menjadi pemisah antara Dusun Pijenan dengan Dusun Kauman dan Dusun Karang. Rombongan pembawa jenazah ini tidak bisa melanjutkan perjalanan menuju Makam Sewu karena waktu itu belum ada jembatan yang menghubungkan kedua wilayah tersebut. Pemakaman jenazah pun ditunda. Penundaan berlangsung beberapa hari karena banjir Sungai Bedog tidak segera surut. Oleh karena banjir tidak segera surut, maka jenazah Mbah Nyai Ageng Brintik pun akhirnya dimakamkan di Dusun Karang

WallahuA'lam...

#Salam Rahayu...

Ak faqir Elmardanuzie..

SOWAN DAN NAPAK TILAS

(3). MAKAM PANEMBAHAN SELOHENING..

Makam Panembahan Selohening terletak di desa Mancingan, sekitar pantai Parangtritis Kab Bantul Yogyakarta ,
letak persisnya makam Panembahan Selohening berada didekat pemandian air panas parang wedang, namun harus melewati jalan setapak bersemen dan alur sungai kecil disampingnya dan melewati samping kebun penduduk.

Menurut cerita yang ada bahwa Konon panembahan Selohening adalah salah satu kerabat Raja Majapahit yang terakhir yakni Brawijaya V yang menyingkir dari kerajaan untuk mengasingkan diri karena adanya intrik intrik dan kemelut didalam Kerajaan yang tak kunjung usai ,Merasa diri gerah dan tak nyaman Kemudian Beliau Hijrah yang kemudian tinggal di sebuah bukit selohening.
Sehingga beliau kemudian jg disebut Kyai Agêng Selohening. Selohening sendiri berarti batu yang hening yakni sebuah batu keramat yang konon jika ada hewan dan burung melintas diatasnya maka akan jatuh dan mati
Batu tersebut masih ada dan dapat dijumpai dilokasi tersebut.

Kyai Ageng Selohening sendiri awal mulanya beragama Budha juga disebut sebagai seorang Begawan, Beliau juga mendirikan sebuah Padepokan dan mempunyai banyak Murid , Diceritakan Kyai Ageng Selohening terkenal dengan mempunyai Banyak Kesaktian , namun setelah bertemu dengan Syekh Maulana Maghribi dan sempat beradu ilmu Kesaktian dan Kaweruh akhirnya Kyai Agêng Selohening menjadi penganut islam. Setelah Beliau Menganut Agama Islam , Beliau menjadi seorang yg bener bener Ahli Ibadah Sehingga Konon sampai Di angkat Menjadi seseorang Yg Mempunyai derajat Kewalian..
Dan saat itu dipadepokan tersebut tinggal juga putra putra Brawijaya V yakni Raden Dhandhun dan Raden Dhandher yang juga menyingkir dari kerajaan yang akhirnya keduanya juga masuk Islam yang kemudian dikenal dengan nama Syekh Bela Belu dan Syekh Gagang Aking atau Syekh Dami Aking.

Untuk mencapai Lokasi makam ini harus menaiki beberapa puluh anak tangga yang di ujungnya terdapat candi bentar sebagai pintu gerbangnya .
Apabila akan masuk ke area makam dan belum bertemu dengan juru kuncinya maka ada sebuah alat yang bisa digunakan untuk memanggil juru kunci tersebut. Alat tersebut berupa sebuah kentongan dari bambu.

Di area makam tersebut terdapat tiga buah cungkup, yang paling depan berupa bangunan yang kedua sisinya dindingnya terbuka yg dipergunakan  sebagai tempat peristirahatan ,kemudian yang ditengah merupakan bangunan utama yang merupakan tempat dimana makam Panembahan Selohening Di Makamkan dan bangunan yang ketiga merupakan bangunan yang hanya difungsikan sebagai gudang

Tidak jauh dari makam tersebut terdapat sebuah sendang atau tepatnya merupakan sebuah palung kecil di aliran sungai yang ada di belakang makam tersebut. Air yang ada  tersebut cukup jernih dan terkadang tempat itu juga digunakan sebagai tujuan sebuah ritual tertentu.

WallahuA'lam...

Salam Rahayu...

Al faqir Elmardanuzie

(4).MAKAM MBAH SYEIKH KYAI RADEN MURSODO DAN MBAH SYEIKH KYAI RADEN MUSTHOFA

Letak Makam Mbah Kyai Raden Mursodo dan Mbah Kyai Raden Musthofa berada di barat Masjid Pathok Negoro "SULTHONI "Ploso Kuning ,
Jalan Ploso Kuning Raya No 99 Desa Minomartani Kecamatan Ngaglik Kab Sleman Yogyakarta...

Menurut sejarah silsilah Beliau Mbah Kyai Raden Musthofa adalah Putra dari Mbah Kyai Raden Mursodo , Mbah Kyai Raden Mursodo Putra Dari Mbah Syeikh Kyai Nur Iman Mlangi alias B.P.H Sandiyo alias Radèn Mas Ichsan bin Prabu Amangkurat IV atau Mangkurat Jawa ( 1719-1726 M ) bin Susuhunan Pakubuwana I alias Pangeran Puger ( 1705-1719 M) bin Prabu Amangkurat Agung  /Sinuwun Tegal Arum (1645-1677 M ) Bin Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M ) bin Sultan Hanyakrawati /Raden Mas Jolang (1601-1613 M) Bin Kanjeng Panembahan Senapati /Raden Sutawijaya (1587-1601 M) Pendiri Kerajaan Mataram

Selain Makam Beliau juga terdapat makam Tokoh2​ Ulama Besar Lainya

1.Mbah Kyai Khanafi Tsani
2.Mbah Kyai TjitroYudo
3.Mbah Kyai Guntur Geni
4.Mbah Kyai Sabuk Inten
5.Mbah Kyai Prawira Yudo
6.Mbah Kyai Hambali
7.Mbah Kyai Abdurrahman/Kyai Tanjung konon beliau salah satu guru spiritual HB IV
8.Mbah Kyai Hasan Tafsir
9.Mbah Kyai Muhammad Mursyad
10.Mbah Kyai Faturrahman dll..

Mengenai Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning ini sendiri bermula dari riwayat Amangkurat IV sebagai Raja Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1719-1727 M. Beliau memiliki tiga orang putra yakni, Raden Mas Ichsan, Pangeran Adipati Anom, serta Pangeran Mangkubumi. Pangeran Adipati Anom menjadi Raja dengan gelar Pakubuwono II dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat (1727-1749 M). Sesudah terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M, Pangeran Mangkubumi (saudara muda Pakubuwono II) diangkat menjadi Raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dengan ibu kota Ngayogyokarto Hadiningrat (1755-1792 M).

Sedangkan Raden Mas Ichsan (kakak kandung Sunan Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I) menjadi ulama bergelar Kyai Nur Iman bertempat di Gegulu yakni sebuah desa di bagian Selatan Kulonprogo. Beliau kemudian hijrah untuk mengajar dan mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan Islam di desa Mlangi. Mbah Syeikh Kyai Nur Iman mempunyai beberapa putra yaitu Mbah Kyai Raden Mursada dan Mbah Kyai Raden Nawawi.
Mbah Kyai Raden Nawawi menjadi Abdi Dalem Pathok Negara I Mlangi. Sedangkan mbah Kyai Raden Mursada Lebih Mengembangkan dan mengajarkan agama Islam di Wilayah Ploso Kuning, beliau berputra Mbah Kyai Raden Mustafa dengan pangkat Abdi Dalem Pathok Negara yang berkedudukan di desa Plosokuning dengan bergelar Kyai Hanafi I.
Kemudian pada masa pemerintahan Sinuwun Sultan Hamengkubuwono III dibangunlah Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Akan tetapi Pada  sumber yang lain mengatakan bahwa Masjid Ploso Kuning sudah Dibangun dan didirikan Tahun 1724 M oleh Mbah Kyai Raden Mursodo yang semula berada di selatan Masjid yg sekarang Ini ,jadi jauh sebelum Kraton Ngayogyakarta berdiri ,baru setelah Pangeran Mangkubumi / Sultan Hamengkubuwana I Mendirikan Kraton dan Masjid Agung Kraton thn 1755 M
Kemudian Masjid Ploso Kuning di geser dan di bangun ulang oleh Sultan Hamengkubuwana I

Nama Plosokuning sendiri di ambil dari nama sebuah pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning yang terdapat di sebelah timur masjid. Dari pohon itu juga sekarang dijadikan nama Desa Plosokuning. Sebagai salah satu masjid pathok Negoro

Pada momen momen tertentu di Masjid ini juga dilaksanakan kegiatan keagamaan yg diikuti oleh keluarga Kraton, semisal​ tradhisi "bukhorenan " tradisi ini sudah menjadi bagian dari tradisi Kraton yg lestari hingga sekarang, Maksud dan Tujuannya tidak lain adalah mengkaji ajaran dan tuntutan Kanjeng Nabi dengan membaca dan memahami hadits hadits yang terdapat dalam Sahih Bukhari..

WallahuA'lam...

Salam...

Al faqir Elmardanuzie

(5(. MAKAM MBAH SYEIKH BADARUDDIN

Ketika Terjadinya Perang Suci Jawa Tahun 1825 -1830 M atau lebih dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro ,
Banyak Para Ulama para Santri ,Para Bupati ,Para Pangeran , para Demang Maupun Tokoh2 lainya
Yang turut ikut bergabung dan mendukung Perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro untuk Jihad Fisabilillah melawan Penjajah Belanda

Salah Satunya adalah Mbah Syeikh Kyai Badaruddin SeorangTokoh Ulama Agung yang juga turut bergabung dan mendukung perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro ,
Selama hidupnya selain Dikenal Ulama yg 'Alim dan Tokoh Linuwih konon Beliau juga dipercaya sebagai Penasihat Kanjeng Pangeran..

Diceritakan Ketika itu Banyak Para ulama pengikut Kanjeng Pangeran Diponegoro yang syahid di medan peperangan​, sisanya menyingkir ke pedalaman, membuka perkampungan, mendirikan masjid, Maupun tidak sedikit yg merintis sebuah pesantren. Sebagian besar dari para ulama dan santri ini mengganti nama dan identitas mereka karena untuk menghindari intelijen Kompeni Belanda yang terus menerus memantau pergerakan sisa-sisa laskar Diponegoro.

Begitu pula dengan Mbah Syeikh Kyai Badaruddin Setelah Beliau Wafat Kemudian di semayamkan di sebelah barat kota Yogyakarta tepatnya di kampung Ngawen desa Trihanggo kec Gamping Sleman Yogyakarta
Bersama juga dengan Para Tokoh2​ Ulama dan Pejuang lainya seperti;

Mbah Syeikh Muhammad Besari
Mbah Kyai Ageng Ngawen alias Radèn Notohadinegoro
Mbah Kyai Demang Mrutusewu dll..

Semoga kita bisa meneladani semangat juang ,jiwa patriotisme dan rasa nasionalisme Beliau beliau ....

"Hubbul Wathon Minal Iman"

WallahuA'lam.

Kepada Beliau semua lahumul Fatihah.

#SalamRahayu

Al faqir Elmardanuzie..

Minggu, 07 Januari 2018

NAPAK TILAS MENELUSURI JEJAK PERJUANGAN KANJENG PANGERAN DIPONEGORO DI KULON PROGO

NAPAK TILAS MENELUSURI JEJAK PARA LELUHUR

(1). MAKAM MBAH KYAI RADEN SANTRI

Jejak Perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro di kawasan Kulon progo amatlah Banyak..
Tempat tempat yang dahulu pernah di singgahi atau dijadikan markas dan jalur rute gerilya Kanjeng Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya..

Tercatat dalam sejarah bahwa Kawasan Kulon progo sendiri termasuk basisnya para pendukung dan Pengikut Pangeran Diponegoro Ketika Terjadinya Perang suci Jawa tahun 1825 -1830 M
Tak sedikit ketika itu para ulama para santri para pangeran para Adipati yg turut bergabung dengan Pangeran Diponegoro untuk jihad melawan penjajahan Belanda

Tak heran jika di kawasan kulon Progo Banyak makam Makam Para Tokoh Pengikut Pangeran Diponegoro yg tersebar di pelosok2 Wilayah Kulon progo..
Salah satunya adalah MBAH KYAI RADEN SANTRI atau juga disebut Gajah permodo
Seorang Ulama Linuwih yg turut mendukung dan membantu perjuangan Pangeran Diponegoro..
Disebutkan bahwa Kyai Raden Santri Dipercaya sebagai komandan atau pemimpin Pasukan Laskar Pangeran Diponegoro yg bergerak di wilayah Yogyakarta Khususnya di Jogja bagian barat...

Makam Mbah Kyai Raden Santri Sendiri berada di jantung kota wates.
Tepatnya di Dusun Durungan Desa Wates Kec Wates Kab Kulon progo Yogyakarta..
Selain Kyai Radèn Santri ada juga beberapa Makam Para Tokoh Lainnya yg tersebar di beberapa tempat yg berbeda yg ada di seputaran kota wates
Di antaranya Makam Mbah Kyai Abbas di wonosidi ,Mbah Kyai Abu Na'im di Kriyanan ,Mbah Kyai Muhammad di mutihan ,Mbah Kyai Pujo Sengoro dan Mbah Nyai Bondho Yudho di jogoyudan , Pangeran Samber Nyawa dan Pangeran Lasem di Mutihan dan Makam Kyai Santri di Kedunggong...
Beliau Beliau tersebut adalah para Tokoh yg punya andil dalam membantu dan mendukung perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro..

WallahuA'lam. .

Lahumul Fatihah...

( Irfan El Mardanuzie...)

(2) MAKAM MBAH KYAI UDO KUSUMO / KYAI GONG

Inilah Makam Mbah Kyai Udo Kusumo atau juga disebut Kyai Gong
Salah satu prajurit Pengikut Kanjeng Pangeran Diponegoro
Disebutkan bahwa Kyai Gong adalah Seorang prajurit  tangguh yg mempunyai Banyak Kelebihan ,secara khusus beliau Dipercaya oleh Pangeran Diponegoro Untuk mengurus kuda kuda miliknya

Karena selain mumpuni dan ahli dibidang olah kanuragan / olah keprajuritan Beliau juga dikenal ahli di bidang ilmu tentang karakter Kuda..
Tahu sifat2 kuda ..
Ciri ciri kuda yg baik maupun yg buruk
Kuda kuda yg tangguh dan kuat
Sampai dengan cara perawatannya..
Maka tak heran Kanjeng Pangeran Diponegoro mempercayakan secara khusus kuda kuda miliknya kepada Kyai Udo Kusumo

Seperti diketahui kuda milik Kanjeng Pangeran Diponegoro tentunya juga bukan kuda yg sembarangan pastilah kuda kuda pilihan dan istimewa..
Malah disebutkan dalam satu riwayat ketika Terjadinya pertempuran di salah satu wilayah di kota Yogyakarta
Antara Pasukan Laskar Pangeran Diponegoro dengan pasukan Kompeni Belanda
Kuda milik pangeran Diponegoro pun tak luput dari serangan berondongan peluru pasukan Kompeni Belanda..
Tapi anehnya sedikitpun kulit kuda milik Kanjeng Pangeran Diponegoro tersebut tidak mempan / tembus peluru alias kebal ..
Mungkin karena pemiliknya orang istimewa jadi kudanya pun juga ikut istimewa kali ya...

WallahuA'lam..

Makam Mbah Kyai Udo Kusumo Atau juga disebut Kyai Gong berada di kampung "Pagongan" Desa Banjar Arum kec Kalibawang Kulon progo Yogyakarta..
Kata Pagongan Sendiri diambil dari Nama " Kyai Gong "
Disebut demikian karena konon sebagai bentuk penghormatan dan mengenang jasa Beliau sebagai Tokoh pahlawan yg punya banyak andil dalam  membantu dan mendukung perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro Ketika perang suci Jawa tahun 1825 -1830 M
Khususnya di wilayah perbukitan menoreh

Kematian Mbah Kyai Udo Kusumo atau Kyai Gong sendiri masih misteri..
Sumber Setempat Menceritakan Bahwa konon Beliau Meninggal ketika berada di medan Peperangan/pertempuran bersamaan dengan kuda miliknya.

Tahu akan Tuanya sdh meninggal kudanya pun kemudian juga ikut menyusul..
Lalu dikuburkan secara berdampingan di suatu tempat yang sekarang menjadi kampung Pagongan...

WallahuA'lam...

Kagem Beliau Lahul fatihah...

( El Mardanuzie )

(3). MAKAM SYEIKH ABU BAKAR / PANGERAN ABU BAKAR

Jejak Perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro di kawasan Kulon Progo amatlah banyak

Tak sedikit  Petilasan2 yg dipergunakan sebagai tempat singgah maupun dijadikan sebagai markas oleh Pangeran Diponegoro beserta para Pengikutnya
Juga Wilayah2 yg dijadikan sebagai rute jalur gerilya para pejuang..
Salah satunya adalah kawasan di perbukitan menoreh..

Sejarah mencatat bahwa Kulon progo Sendiri adalah termasuk kawasan basisnya para pendukung dan Pengikut Pangeran Diponegoro
Ketika meletusnya perang suci jawa tahun 1825 -1830 M kala itu banyak sekali para Tokoh Tokoh Priyagung Para Ulama para Pangeran Para Adipati dan lainnya yg turut bergabung "cancut tali wanda" untuk ikut berjihad fisabilillah bersama Kanjeng Pangeran Diponegoro..

Maka dari itu Banyak sekali petilasan maupun makam-makam para Tokoh Pengikut Pangeran Diponegoro yg tersebar di wilayah Kulon Progo..
Dan salah satunya adalah makam SYEIKH ABU BAKAR
Seorang Tokoh Ulama juga seorang Pangeran yang juga ikut andil dan ambil bagian membantu perjuangan dan misi suci Kanjeng Pangeran Diponegoro..

Pesarean /Makam Syeikh Pangeran Abu Bakar sendiri berada Sebuah perbukitan di wilayah Purwoharjo Kecamatan Samigaluh kabupatèn Kulon Progo..
Sumber Setempat Menceritakan Bahwa ketika itu Pangeran Abu Bakar bersama para pengikutnya sedang melakukan perjalanan Gerilya di kawasan perbukitan Menoreh , tiba2 Beliau mengalami sakit keras..sampai beberapa waktu lama..

Tapi walaupun Begitu Beliau tetap terus turut ikut berjuang jihad fisabilillah
melanjutkan Perjuangan dan misi suci bersama Kanjeng Pangeran Diponegoro..
Tapi rupanya takdir berkata lain ,Atas Kehendak Allah Dzat yg mempunyai Kehidupan..
Di situlah akhir hidup Beliau Ketika sedang menjalankan misi sucinya..
Beliau menghembuskan nafas terakhirnya..

Singkat cerita ,Kemudian beliau disemayamkan di sebuah perbukitan yg sekarang menjadi wilayah Purwoharjo kec Samigaluh..
Di samping Cungkup makam Beliau ada sebuah batu besar yg terbelah yang konon batu Tersebut Dahulu Tempat meletakkan/ menaruh jasad Beliau , sampai sekarang batu Tersebut masih ada..

WallahuA'lam...

Semoga Beliau tercatat sebagai seorang Syuhada , Ahli jannah ..Ahlil jannah.. Ahlil jannah...

Kagem beliau Lahul fatihah...

( El Mardanuzie )

(4). MAKAM MBAH KYAI ANBIYO

Ketika terjadinya perang suci jawa tahun 1825 -1830 M atau juga di kenal dengan Sebutan Perang Diponegoro , ..
banyak para Tokoh Tokoh sakti para Ulama Para Santri para Pangeran dan Para Adipati yg turut ikut bergabung maupun mendukung perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro untuk berperang Sabil melawan penjajahan Belanda..

Salah satunya adalah Mbah Kyai Anbiyo
Ulama berasal dari Kulon progo yg juga ikut cancut tali wanda bergabung dengan Kanjeng Pangeran Diponegoro utk berperang gerilya melawan penjajahan Kompeni Belanda

Setelah terjadinya Penangkapan Pangeran Diponegoro atas siasat dan tipu muslihatnya Kompeni Belanda
Dan sudah mulai meredupnya perlawanan para pejuang pribumi ..

Maka Kemudian Beliau menyingkir  mengasingkan diri di suatu tempat dan kembali mengajarkan ilmu agama kepada para murid-muridnya / penduduk setempat..

Sumber Setempat Menceritakan Bahwa Beliau Disebut Kyai Anbiyo karena konon selain dikenal dengan orang yang Linuwih,
Konon Beliau juga memiliki kitab pusaka serat Anbiya'
Munkin karena sebab itu Beliau dijuluki Kyai Anbiyo

Setelah Beliau Wafat Kemudian beliau Disemayamkan di sebuah lereng perbukitan di daerah kampung kutha giri desa Sidomulyo kec Pengasih kab Kulon progo Yogyakarta

Kondisi Makam beliau terlihat sangat sederhana hanya beratapkan jerami ..
Memang sedari dulu demikian , Beliau tidak berkenan jika makam beliau dibangun mewah atau beratapkan genteng..
Jadi sampai sekarang jika atapnya sdh usang , penduduk hanya menggantinya dengan jerami atau daun alang2...

WallahuA'lam...

Kepada beliau Lahul Fatihah...

( El Mardanuzie )

(5). MAKAM MBAH NYAI AGÊNG RANTAMSARI

LOKASI DI NGIPIK REJO I BANJAR ARUM KEC KALIBAWANG KAB KULON PROGO YOGYAKARTA..

Mbah Nyai Agêng Rantamsari adalah salah satu sahabat dari Mbah Nyai Ageng serang (tokoh pejuang perempuan yg sangat melegenda)..
Semasa Hidupnya diceritakan bahwa Beliau Mbah Nyai Agêng Rantamsari adalah Seorang Tokoh Perempuan Linuwih, sakti mandraguna yg mempunyai banyak kelebihan..
Ketika Meletusnya Perang Suci Jawa tahun 1825 -1830 M
Beliau juga turut andil dalam membantu perjuangan Kanjeng Pangeran Diponegoro..
Khususnya di wilayah Kawasan Kulon Progo..

WallahuA'lam...

Kepada beliau laha al fatihah...

(El Mardanuzie )